BERITA TERKINI, Bagaimana sosok Gubernur Jakarta, Joko Widodo atau akrab disapa Jokowi, di mata aktivis senior? Ia mendapat predikat positif dan layak menjadi pemimpin Indonesia selanjutnya lewat Pemilu Presiden 2014.
"Jokowi sosok dengan figur bersih, karena itu layak memimpin bangsa Indonesia," begitu ucap eksponen mahasiswa Bandung 74, Rahman Tolleng dalam pidato 'Mengenang 40 Tahun Malari ' di Hotel JS Luwansa, Jakarta Selatan, Rabu (15/1/2014).
Aktivis yang berhaluan sosialis demokrat tersebut menjelaskan, kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan tersebut merupakan sosok sederhana, rendah hati, jujur, bersikap apa adanya dan mengayomi rakyat.
Dalam pidatonya, Rahman menyinggung bagaimana pecahnya peristiwa Malapetaka 15 Januari 1974 atau beken dikenal Malari, sebagai titik kulminasi dari aspirasi politik publik yang disumbat oleh rezim pemimpin saat itu.
"Ada banyak isu di sana, melawan modal asing, kemiskinan dan kesenjangan ekonomi yang kian tajam, isu padat karya , padat modal, ada diskursus pembangunan bangsa Indonesia. Ada isu aspri presiden, yang banyak merecoki kbinet, dan ada isu rivalitas Ali Moertopo dan Soemitro," kenang Rahman.
Peristiwa Malari memperlihatkan serentaknya aksi Dewan Mahasiswa yang mendesak pemerintah merubah pola pembangunan. Sayangnya, pemerintah menutup mata dan menilai tuntutan mahasiswa saat ini sebagai tindakan yang inkonstitusional.
"Pergolakan isu dengan silang menyilang terus berkobar, dan menemukan titik poin berupa huru hara dan kekacauan. Karena aspirasi politik tersumbat mendorong rakyat mencri saluran sendiri bisa berupa amukan, huru-hara. Kalau diorganisir bisa jadi revolusi. Kira-kira itu pelajaran dari Malari," terang Rahman Toleng.
Sejumlah tokoh dan mantan aktivis hadir dalam acara tersebut antara lain pengacara gaek, Adnan Buyung Nasution, mantan Ketua Umum Partai Golkar dan Ketum PB HMI, Akbar Tanjung, Daniel Dhakidae, Hariman Siregar, Jumhur Hidayat. (src:tribunnews.com)
"Jokowi sosok dengan figur bersih, karena itu layak memimpin bangsa Indonesia," begitu ucap eksponen mahasiswa Bandung 74, Rahman Tolleng dalam pidato 'Mengenang 40 Tahun Malari ' di Hotel JS Luwansa, Jakarta Selatan, Rabu (15/1/2014).
Aktivis yang berhaluan sosialis demokrat tersebut menjelaskan, kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan tersebut merupakan sosok sederhana, rendah hati, jujur, bersikap apa adanya dan mengayomi rakyat.
Dalam pidatonya, Rahman menyinggung bagaimana pecahnya peristiwa Malapetaka 15 Januari 1974 atau beken dikenal Malari, sebagai titik kulminasi dari aspirasi politik publik yang disumbat oleh rezim pemimpin saat itu.
"Ada banyak isu di sana, melawan modal asing, kemiskinan dan kesenjangan ekonomi yang kian tajam, isu padat karya , padat modal, ada diskursus pembangunan bangsa Indonesia. Ada isu aspri presiden, yang banyak merecoki kbinet, dan ada isu rivalitas Ali Moertopo dan Soemitro," kenang Rahman.
Peristiwa Malari memperlihatkan serentaknya aksi Dewan Mahasiswa yang mendesak pemerintah merubah pola pembangunan. Sayangnya, pemerintah menutup mata dan menilai tuntutan mahasiswa saat ini sebagai tindakan yang inkonstitusional.
"Pergolakan isu dengan silang menyilang terus berkobar, dan menemukan titik poin berupa huru hara dan kekacauan. Karena aspirasi politik tersumbat mendorong rakyat mencri saluran sendiri bisa berupa amukan, huru-hara. Kalau diorganisir bisa jadi revolusi. Kira-kira itu pelajaran dari Malari," terang Rahman Toleng.
Sejumlah tokoh dan mantan aktivis hadir dalam acara tersebut antara lain pengacara gaek, Adnan Buyung Nasution, mantan Ketua Umum Partai Golkar dan Ketum PB HMI, Akbar Tanjung, Daniel Dhakidae, Hariman Siregar, Jumhur Hidayat. (src:tribunnews.com)
{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }
Posting Komentar