BERITA TERKINI, Komplotan terduga teroris, Dayat dan kawan-kawan, yang ditembak mati polisi di Ciputat, Tangerang Selatan, Banten, pada malam pergantian tahun baru lalu, selalu membawa bom ketika bepergian. Bom dibawa dengan cara menggendong.
Salah satu bom milik jaringan ini adalah bom pipa rakitan yang ditemukan di warung makan Tegal (Warteg) Gita 2 Panongan, Kabupaten Tangerang, Rabu (25/12/2013).
Bom tersebut sengaja dibawa saat merampok Bank Rakyat Indonesia (BRI) KCP Panongan sehari sebelumnya. Dua dari kawanan teroris sebelum menggasak uang Rp 300 juta dari BRI Panongan sempat makan di Warteg tersebut, dan meninggalkan ransel hitam berisi dua bom rakitan.
Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Polisi Sutarman mengungkapkan bom tersebut sengaja dibawa untuk berjaga-jaga bila mereka berhadapan dengan petugas saat beraksi.
"Kalau misalnya sewaktu-waktu dia kepergok, ketangkap, itu dia akan ledakkan (bom rakitan). Dia memang seperti itu, bom itu nempel terus di badannya," ungkap Sutarman saat menjenguk anggota Densus 88 Antiteror Polri yang tertembak teroris di sebuah rumah sakit di kawasan Jakarta Selatan, Kamis (2/1/2014).
Menurut Sutarman, kemungkinan besar bom yang ditemukan di Warteg Gita 2 tertinggal, karena pelaku buru-buru merampok. "Mungkin pada saat itu dia lagi makan di Warteg, dilepas dari badannya. Kemudian dalam kondisi mendesak, langsung buru-buru, setelah perampokan itu selesai kemudian barang itu ketinggalan," kata Kapolri.
Penggerebakan kelompok teroris di Gang Haji Hasan, Kampung Sawah RT 04 RW 07, Ciputat, Tangerang Selatan, Banten menjawab tentang kasus perampokan di Bank BRI Panongan. Kelompok teroris yang dipimpin Nurul Hidayat alias Dayat alias Daeng merupakan pelaku perampokan BRI Panongan.
Dari barang bukti ditemukan uang yang sudah dibagi-bagikan dengan jumlah hampir Rp 200 juta. Uang tersebut masih tersusun rapi. Mereka menggunakan sebagian uang hasil rampokan untuk membiayai aksi teror termasuk membuat bom rakitan dan oprasional hidup sehari-hari anggota kelompoknya.
Selain membekuk pelaku teror bernama Anton alias Septi, kepolisian pun menyita uang Rp 90 juta dari rumahnya di Banyumas, Jawa Tengah. "Di tempat Anton alias Septi, di situ ada uang Rp 90 juta rupiah," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Pol Boy Rafli Amar di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis (2/1/2013).
Anton ditangkap lebih awal di Banyumas. Penangkapan Anton di Banyumas merupakan petunjuk bagi kepolisian untuk menangkap enam teroris yang dibekuk di Ciputat, Tangerang Selatan, Selasa (31/12/2013).
Kepolisian menduga kuat bahwa uang yang ditemukan di rumah Anton merupakan uang hasil rampokan atau fa'i. "Ini masih dilanjutkan pemeriksaannya, di duga kuat memang seperi itu tapi masih ditelusuri," katanya.
Komplotan terduga teroris, Nurul Had dan Abu Roban telah membelanjakan dana sekitar Rp 1,8 miliar untuk pengadaan bahan-bahan peledak termasuk senjata api dan peluru. Dana itu didapat dari hasil kejahatan seperti merampok toko emas, toko handphone dan bank.
Mereka masuk dalam komplotan pelaku perampokan toko Emas, toko handphone dan uang di sejumlah cabang BRI di Jawa Tengah, Jawa Barat, DI Yogyakarta, DKI Jakarta, dan Lampung serta Kantor Pos Giro sepanjang 2012. Uang tersebut akan dipakai untuk mengacaukan kegiatan jalannya proses pilpres 2014.
"Uang hasil rampokan cabang BRI sebanyak Rp 1,8 miliar telah digunakan untuk belanja bahan- bahan pembuatan bom, pembelian 21 pucuk senjata api jenis revolver, FN 11, dan laras panjang M1 US Carraben satu pucuk dan amunisinya sebanyak 1.905 butir," ujar pengamat intelijen dan terorisme Dynno Chressbon.
Rincian ribuan peluru yang telah dibeli adalah peluru FN 400 butir, revolver 505 butir, kaliber 5,56 mm 900 but ir, peluru untuk M1 US Carraben 100 butir. Sisanya ditransfer ke Santoso di Poso dan Abu Uswah untuk kegiatan teror di Makasar, Bima dan Ambon.
Teror terhadap Myanmar dan tempat peribadatan umat Budha terjadi sejak meningkatnya konflik yang mengakibatkan terusirnya etnis penganut Muslim di Rohingya, Myanmar.
Kelompok Kumpulan Mujahidin Indonesia (KMI) pimpinan Fadli Sadama, menamakan gerakan terornya sejak tahun 2011 "Sariyatu Tsa'riwa Dawaa". Targetnya antara lain Kedubes Singapura dan Kedubes Miyanmar.
Apakah masih mengarah ke sosok politisi/pemimpin tertentu? Target mereka adalah orang yang mereka anggap Toghut bisa berarti setan, atau orang yang telah berbuat dzolim. Kelompok Fadli Sadama masih tetap mengincar thogut versi mereka yakni Presiden, anggota Polri, Menteri, Anggota Dewan, Capres/Cawapres. (src:tribunnews.com)
{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }
Posting Komentar